Memayu Hayuning Bawana : Memaknai Hidup

Agusta Fara
2 min readJan 26, 2023

--

Menilisik bagaimana seorang “Jawa” memaknai kehidupan berdasarkan filosofinya.

jendela kamar saya

Mungkin banyak dari kita (terutama yang berdarah Jawa) akrab dengan kalimat “Memayu Hayuning Bawana”. Tapi apakah kita tahu apa arti sebenarnya dari kalimat ini? Atau bahkan apa kita tahu kalimat ini itu sebenarnya kalimat apa?

“Memayu Hayuning Bawana, Ambrasta dur Hangkara.”

Begitu kira-kira lengkapnya. Yang memiliki arti,

“Manusia hidup di dunia harus mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan; serta memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak.”

Kalimat ini tentu bukan kalimat sembarangan. Namun juga tidak dapat disalah artikan sebagai mantra atau sihir. Tepatnya, kalimat ini adalah salah satu dari sekian banyak filosofi hidup Orang Jawa.

Mungkin yang memiliki keluarga yang masih menganut kebudayaan Jawa yang kental (Kejawen), akan sangat akrab dengan filosofi hidup yang satu ini. Bagaimana tidak? Dari mulai percakapan hangat di meja makan hingga pagelaran megah seperti upacara budaya agaknya kerap memunculkan filosofi hidup yang satu ini.

Lantas bagaimana masyarakat modern kita di era ini memaknainya? Agaknya kita dapat berkaca pada kepopuleran kalimat ini namun yang populer hanya bagian depannya saja. Tidak seutuhnya.

Banyak dari masyarakat kita yang hanya mengenal kalimat “Memayu Hayuning Bawana” tanpa mengenal “Ambrasta dur Hangkara”. Hal ini agaknya berdampak pada penganutnya yang hanya mengusahakan keselamatan, kebahagiaan dan kesejahteraan tanpa memberantas sifat angkara murka, serakah dan tamak.

“Memayu Hayuning Bawana” tanpa “Ambrasta dur Hangkara” tidak akan pernah lengkap dan selaras. Karena sejatinya, filosofi hidup yang satu ini mengajarkan kita keselarasan. Tak hanya dengan diri kita maupun sesama manusia, namun juga kepada alam dan Sang Pencipta.

Banyak yang mengatakan, “Lakukan kebaikan sebanyak-banyaknya” tanpa mengatakan “Tutupi dan hilangkan keburukan sebanyak-banyaknya.” Padahal sebenarnya, melakukan kebaikan tanpa menutupi keburukan akan kurang lengkap.

Dalam kehidupan pribadi saya sendiri, filosofi ini memiliki makna yang lekat. Namun begitu pula saya sebagai manusia, baru bsia menerapkan “Memayu Hayuning Bawana” dan belum bisa serta sanggup mengingat “Ambrasta dur Hangkara”.

Begitu kiranya kita terapkan keduanya agar Sang Pencipta ikut menyelaraskan apa yang seharusnya selaras apabila kita, para manusia sudah berusaha.

Budaya Jawa, begitu adanya keluhuran yang tertanam dalam jiwa.

--

--

Agusta Fara
Agusta Fara

Written by Agusta Fara

A girl who loves strolling around her world. She make this space for representing her vision about her world | Sometimes she made a fiction world here |

No responses yet